Celala, Aceh Tengah, Rajapena.com, Sore itu, di antara kabut yang turun pelan dari perbukitan Gayo, beberapa warga berkumpul di depan rumah panggung kayu. Di tangan mereka, bohlam kecil berwarna putih memantulkan cahaya pertama setelah sekian lama hidup dalam gelap.
“Dulu kami hanya bisa menyalakan pelita. Sekarang, rumah ini sudah punya listrik sendiri,” tutur Sirga, warga Desa Nosa, dengan suara bergetar.
Cahaya yang kini menerangi dusun kecil di Celala itu datang dari program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) — hasil kerja sama Kementerian ESDM dan PLN, dengan dukungan politik dari Anggota DPR RI Irsan Sosiawan.
Program BPBL memberi sambungan listrik gratis kepada rumah tangga tak mampu yang selama ini hanya mengandalkan sambungan darurat dari tetangga. Di Aceh Tengah, program ini menjadi simbol pemerataan energi—sesuatu yang selama ini lebih sering jadi janji ketimbang kenyataan.
Bagi Irsan Sosiawan, listrik bukan sekadar proyek pembangunan. “Ia adalah hak dasar rakyat. Dengan listrik, anak-anak bisa belajar, ibu bisa berusaha di malam hari, dan warga tidak lagi bergantung pada lilin atau genset tetangga,” ujarnya.
Langkah ini mendapat dukungan dari Ketua Fraksi NasDem DPRK Aceh Tengah, Wahyudin, yang menyebut BPBL sebagai bentuk nyata kehadiran negara di pelosok. “Masih banyak rumah di dataran tinggi ini yang memakai tiang bambu dan kabel seadanya. Ini soal keselamatan dan martabat,” katanya.
Kini, jika malam tiba di lereng Gayo, sinar lampu dari rumah-rumah sederhana itu tampak seperti bintang kecil di antara kabut. Sebuah penanda bahwa pembangunan, setidaknya untuk sebagian warga, mulai benar-benar sampai ke ujung Aceh yang dulu gelap.
Bukan sekadar listrik. Ini tentang keadilan yang menyala.