Koorpres Kahmi Soppeng Apresiasi Kejaksaan Soppeng

Koorpres Kahmi Soppeng Apresiasi Kejaksaan Soppeng

Rabu, 14 Desember 2022



Soppeng.

"Saya Apresiasi Pencapaian Kejaksaan negeri Soppeng setelah dinobatkan sebagai Peringkat ketiga se propinsi Sulawesi Selatan dalam hal penanganan kasus dalam bentuk restorative justice" Ungkap A.Akbar Koordinator Presidium KAHMI Soppeng

Peraturan Kejaksaan Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan
Keadilan
Restoratif dan Penerapannya adalah dasar lahirnya
Pendekatan Restorative Justice Sebagai Paradigma Pemidanaan Baru Di Indonesia
Restorative Justice adalah sebuah pendekatan dalam penanganan tindak pidana yang dilakukan
dengan menggelar pertemuan antara korban, pelaku, dan kadang-kadang juga melibatkan para
perwakilan masyarakat secara umum.

Tujuannya adalah untuk saling bermusyawarah
mengenai tindak pidana yang telah dilakukan oleh pelaku dan kerugian yang dialami oleh
korban untuk kemudian dicari jalan tengah dengan menciptakan kondisi seperti sebelum
terjadinya tindak pidana. Kondisi ini biasanya dicapai melalui pemberian ganti rugi kepada
korban, permintaan maaf, atau tindakan-tindakan pencegahan agar pelaku tidak mengulangi.
Konsep ini lahir sebagai respons terhadap kegagalan sistem peradilan pidana dalam
menanggulangi kejahatan dan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Muulanya penegakan hukum
yang berparadigma restributif diterapkan pada setiap penyelesaian kasus pidana di tengah
masyarakat. Namun, hasil penegakan hukum tersebut dirasa tidak selalu memberikan manfaat
baik bagi pelaku, korban, dan juga masyarakat. Adapun kehadiran keadilan restoratif
merupakan paradigma pemidanaan baru yang menekankan penyelesaian perkara di luar
pengadilan dan mendudukkan korban sebagai bagian penting sebagai tujuan pemidanaan. Oleh
karenanya, salah satu upaya hukum yang dilakukan Kejaksaan Republik Indonesia adalah
degan mengkaji potensi kewenangan berdasarkan asas dominus litis dengan menerbitkan
Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan
Keadilan Restoratif.

Adapun beberapa persyaratan kumulatif yang harus dipenuhi agar suatu
tindak pidana dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Pertama, pulihnya hak-hak korban yang dilanggar. Kedua, telah terjadi perdamaian antara
pelaku dan korban. Ketiga, pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana. Keempat, tindak
pidana tersebut diancam dengan pidana yang tidak lebih dari lima tahun. Kelima, kerugian yang
timbul tidak lebih dari Rp 2.500.000. Peraturan tentunya menjadi dasar hukum bagi para jaksa
untuk melakukan penghentian penuntutan yang berorientasi pada upaya pemulihan bagi korban
dan upaya memperbaiki diri pelaku kejahatan serta mengembalikan tatanan yang hidup
dimasyarakat.

keadilan restoratif khas kejaksaan adalah keadilan yang menitik beratkan
pada memperbaiki keadaan yang timbul akibat adanya sebuah perbuatan pidana yang fokus
penentuan keadilan bagi korban dalam rangka untuk mengembalikan keadaan seperti semula.

Keadilan restoratif khas kejaksaan juga turut memperhatikan aspek kemanusiaan pelaku yang
menyebabkan terjadinya kejahatan tertentu. Tetapi perlu ditegaskan juga bahwa jaksa dalam
menerapkan keadilan restoratif tunduk pada tekanan masyarakat, tetapi berarti bahwa setiap
tindakan yang dijalankan oleh jaksa harus berlandaskan hati nurani dan proporsional. Hal ini
dikarenakan penegakan hukum yang berkeadilan adalah penegakan hukum yang dapat
memberikan suatu kemanfaatan dan menghadirkan keadilan yang dapat dirasakan oleh
Masyarakat.

“Kedepannya Kejaksaan Soppeng harus lakukan sosialisasi ke semua lapisan masyarakat Soppeng tentang peraturan ini dan mampu menarik setiap permasalahan hukum
yang ada di masyarakat untuk disesuaikan dengan pendekatan Restorative
Justice serta menggali nilai-nilai kearifan lokal masyarakat dengan pendekatan akademis" Terang A.Akbar.