Jakarta, Rajapena.com, -Ketua DPR RI Puan Maharani mengecam penculikan belasan anak di wilayah Jakarta dan Bogor yang disertai kekerasan seksual.
Ia meminta penegak hukum turut menjerat pelaku dengan UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) karena berdasarkan pemeriksaan ada korban yang mengalami pencabulan.
Menurutnya, UU TPKS dirancang secara progresif untuk melindungi korban kekerasan seksual.
Salah satunya dengan hukuman yang jauh lebih berat terhadap pelaku, dari hukuman yang selama ini hanya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menanggapi hal itu, pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengungkapkan UU TPKS sangat mungkin digunakan untuk menjerat pelaku kekerasan seksual.
Karena UU TPKS mengatur tentang tindak pidana khusus seksual dibanding KUHP.
"Jadi ya sangat mungkin.
Itu UU yang lebih khusus. Karena itu khusus kekerasan seksual," ujar Fickar.
Fickar menjelaskan UU hanya bisa menjerat perbuatan yang terjadi setelah adanya UU.
Sehingga dalam kasus kekerasan seksual yang dimaksud perlu dilihat waktu kejadian untuk bisa dijerat dengan UU TPKS.
"Iya, prinsipnya UU yang ada lebih dahulu hanya bisa menjerat perbuatan yang ada kemudian.
Sekarang yang dilihat mana lebih dahulu kejadiannya atau undang-undang yang dilahirkan.
Kalau UU lahir lebih dahulu maka itu bisa dijerat dengan UU TPKS," tegasnya.
UU TPKS disahkan DPR RI pada 12 April 2022 dan ditandatangani Presiden RI pada 9 Mei 2022.
Fickar memberikan catatan jika UU TPKS tidak bisa digunakan untuk menjerat pidana yang terjadi sebelum lahirnya UU tersebut.
"Kejadiannya, jadi kalau sudah ada UU-nya kemudian terjadi kekerasan seksual itu, maka bisa dipakai UU yang baru itu.
Tetapi kalau kejadiannya lebih dahulu, gak mungkin dan gak bisa. Pasti akan tetap mengacu pada KUHP," pungkasnya.
Published : HB